Selasa, 17 April 2012

CHART PATTERNS


Satu lagi aspek yharus ang Anda kenali dalam analisa teknikal, yaitu: “Chart Pattern”. Sebelumnya, Saya sarankan Anda untuk memahami bacaan pada bab Trendline dan Support & Resistance terlebih dahulu sebelum melanjutkan bab ini. Alasannya adalah karena Chart Patterns pada dasarnya dibentuk oleh sekumpulan konsep yang terdapat pada Trendline dan Support & Resistance. Sifat-sifat yang dimiliki Chart Patterns pun tidak akan jauh berbeda dengan apa yang sudah dibahas pada bab-bab tersebut. Maka dari itu, demi menghindari “miss” dalam pembahasan kali ini, silahkan dengan lapang dada Anda mengulang bacaan pada bab Trendline dan Support & Resistance. Untuk yang merasa sudah memahami, silahkan lanjutkan bab ini.

Sempat disinggung di atas, bahwa Chart Pattern adalah pola grafik yang terbentuk dari sekumpulan konsep yang terdapat pada Trendline dan Support & Resistance. Pola ini pun pada dasarnya terbentuk oleh adanya kesepahaman trader di seluruh penjuru dalam mengidentifikasi dan merespons situasi maupun kondisi yang terjadi. Sama seperti yang sudah kita bahas pada bab Support & Resistance, kan? Sehingga, bisa dibilang yang menjadi konsep dasar pada bahasan kita kali ini adalah Support dan Resistance. Jadi, bagi yang belum paham akan konsep tadi dan ngeyel kepingin terus lanjut bab ini, tanggung sendiri ya resikonya!

Awalnya, Chart Patterns tidaklah menjadi satu hal yang diperhitungkan dalam analisa teknikal. Sampai pada tahun 1920-an, seorang akuntan bernama Ralph Nelson Elliot mengemukakan hasil pengamatannya tentang hubungan antara konsep dasar pada Support dan Resistace dengan kecenderungan harga membentuk suatu pola. Apa yang dikemukannya tadi secara tidak langsung memperkuat anggapan yang telah ada sebelumnya bahwa manusia mempunyai perasaan atau emosi yang sama terhadap suatu situasi maupun kondisi. Dengan dasar anggapan itu Elliot memperkirakan reaksi manusia (baca: trader) akan selalu sama sampai kapanpun. Hal inilah yang membuat suatu pola cenderung berulang sehingga sangat dimungkinkan untuk diprediksi atau—paling tidak—dipahami kebiasaannya.

Sebetulnya Chart Patterns hanyalah bentuk yang lebih spesifik dari suatu fase pada sebuah trend. Chart Patterns merangkum seluruh aktivitas perdagangan yang ada secara perspektif dan formatif. Dikatakan perspektif karena pola yang terbentuk akan sangat bergantung pada sudut pandang yang melihatnya. Dan, dikatakan formatif karena Chart Pattern terdiri dari formasi-formasi khusus yang terbentuk oleh pergerakan harga.

Berbicara mengenai perspektivitas, pada dasarnya Chart Pattern dapat ditemukan dari sudut pandang yang bagaimanapun dan seperti apapun. Namun memang, apa yang diangkat dalam hal ini bukanlah semata-mata perspektivitasnya saja melainkan pula validitasnya. Tingkat validasi (validitas) Chart Patterns yang dilihat dari sudut pandang (timeframe) yang luas tentu akan lebih tinggi daripada validitas Chart Patterns yang terlihat di sudut pandang yang sempit. Validitas Daily Charts akan lebih tinggi daripada Hourly Charts dan validitas Weekly Charts akan lebih tinggi daripada Daily Charts. Begitu seterusnya.

Dari segi formasinya Chart Patterns terbagi ke dalam dua kategori, yaitu: pola pembalikan arah (Reversal Patterns) dan pola berkesinambungan/berkelanjutan (Continuation Patterns). Seperti apa yang sudah dibahas pada bab TREND, reversal adalah situasi dimana pergerakan harga mulai berganti arah. Dengan kata lain Reversal Patterns adalah pola yang mengindikasikan pembalikan arah trend yang sedang berlangsung. Sedangkan Continuation Patterns, sesuai dengan namanya, adalah pola yang mengindikasikan terjadinya keberlanjutan sebuah trend yang sedang berlangsung walaupun pada nyatanya mungkin akan didahului dengan koreksi yang wajar. Pesan terselubung yang dapat Anda ambil dalam hal ini adalah bagaimana pada nantinya Anda bisa mengindentifikasi dan memanfaatkan secepat mungkin informasi yang ada dengan pemahaman kedua kategori Chart Patterns tersebut. Lagi-lagi, hal ini bertujuan bukan hanya demi keuntungan semata, melainkan keuntungan yang optimal.

Dua kategori Chart Patterns tadi memiliki bentuk-bentuknya masing-masing. Dan, bentuk-bentuk yang terdapat pada charts tentu sangat banyak jumlahnya. Namun pada umumnya, ada beberapa bentuk yang terkenal dikalangan trader. Berikut bentuk-bentuk yang dimaksud berdasarkan kategorinya:

Reversal Chart Patterns:
Head and Shoulders
Inverted Head and Shoulders
Triple Tops
Triple Bottoms
Double Tops
Double Bottoms

Continuation Chart Patterns:
Triangles
Flags
Pennants
Rectangles
Cup and Handle

REVERSAL CHART PATTERNS

Head and Shoulders

OK! Kita awali dengan Head and Shoulders. Pola yang sering disingkat “HAS” ini merupakan pola yang paling populer di kalangan trader. Sesuai dengan namanya, pola ini memiliki bentuk yang menyerupai bagian tubuh manusia, yaitu “kepala” dan “bahu”. Selain karena bentuknya yang khas, pola ini menjadi sangat populer karena sangat mudah ditemui pada pergerakan harga.

Head and Shoulders, dikatakan oleh para pakar analisa teknikal, sebagai pola terkuat dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Mengutip pernyataan Thomas N. Bulkowski (dari karyanya yang berjudulEncyclopedia of Chart Patterns) yang juga menguatkan pendapat di atas, Ia menyebutkan dalam penelitiannya terhadap pergerakan 500 jenis saham selama periode 1991-1996 (lima tahun) terdapat 431 pola Head and Shoulders yang validasinya cukup meyakinkan. 25 di antaranya merupakan sinyal konsolidasi sedangkan 406 lainnya merupakan sinyal reversal. Itu artinya tingkat kegagalan yang terdapat pada pola Head and Shoulders ini hanyalah sebesar 6-7%.




Gambar di atas adalah ilustrasi pola Head and Shoulders yang di awali dengan trend naik (bullish/up-trending). Oh ya, sangat penting untuk kita sebelum mengidentifikasi suatu pola, selalulah perhatikan trend yang mengiringinya.

Seperti yang sudah di bahas pada bab Trendline, pergerakan up-trending chart bisa dilihat dari “lembah-lembah” (A – C – E) dan “puncak-puncak” (Titik B – D) yang semakin lama semakin tinggi (Gambar 1). Atau istilahnya memiliki Higher Lows & Higher Highs. Pola seperti yang diilustrasikan di atas menggambarkan situasi suatu trend naik yang masih normal (titik A – D). Namun, kemudian menjadi kehilangan momentumnya; yang juga mengindikasikan adanya pelemahan dari trend yang sedang berlangsung, yaitu up-trend. Hal tersebut ditunjukkan dengan ketidakmampuan harga membentuk titik puncak baru (F) yang lebih tinggi (new higher highs) dari puncak sebelumnya (D). Ketika mendapati hal seperti ini, biasanya kebanyakan dari trader akan lebih memilih untuk wait and see ketimbang ikut bertransaksi. Sehingga mengakibatkan harga semakin kehilangan kekuatannya untuk terus bergerak naik. Lembah yang terbentuk sebelum puncak tertinggi (C) dan lembah yang terbentuk sebelum puncak terakhir (E) nantinya dapat dijadikan konfirmasi lanjutan untuk kepastian pola ini. Lembah ‘C’ dan lembah ‘E’ tersebut jika kita tarik garis lurus bisa kita manfaatkan sebagai suatu support yang disebut garis leher (neckline). Dan, jika neckline tersebut berhasil ditembus, bisa dikatakan harga sudah mulai berpaling dari trend bullish menuju trend bearish.

Lalu bagaimana dengan targetnya? Setelah neckline terkonfirmasi telah tertembus, yang menjadi target pergerakan harga selanjutnya tentu saja support yang sudah ada sebelumnya. Seperti yang sudah kita pelajari, menentukan support salah satunya bisa dengan cara manual, yaitu dengan melihat support yang ada pada riwayat harga dalam chart lalu menghubungkannya dengan garis. Namun, ada metode yang cukup menarik dalam hal ini dan dirasa cukup efektif, yaitu dengan mengukur jarak vertikal antara head (D) pada pola dengan garis leher (neckline) yang terbentuk untuk nantinya dijadikan sebagai proyeksi target (lihat Gambar 2). Lebih menariknya, ini berlaku tidak hanya pada pola Head and Shoulders, melainkan juga pada pola Chart Pattern lainnya.



Ingat! Ini hanya berlaku untuk pola Head and Shoulder pada trend bullish yang pergerakannya jelas. Artinya, perspektivitas sangat berpengaruh dalam hal ini. Sedangkan untuk melihat trend pergerakan harga yang jelas, Anda harus menggunakan sudut pandang yang luas pula. Sudut pandang yang luas hanya bisa Anda peroleh dengan menggunakan timeframe berskala besar (Daily – Monthly). Sehingga seringkali suatu pola khususnya pola Head and Shoulders ini diidentifikasi dengan menggunakan timeframe tersebut. Walaupun memang suatu pola dapat ditemukan pada timeframe berapapun, namun tetap yang harus Anda utamakan adalah validitasnya.

Sebagai contoh, Saya akan menunjukkan grafik pergerakan harga pada bursa Dow Jones Averages Industrial. Silahkan simak gambar di bawah:



Gambar 3. Pola Head and Shoulders yang terbentuk pada indeks Dow Jones akhir tahun 2007 - awal tahun 2008 dilihat dari timeframe mingguan (weekly charts).

Terbukti, setelah pola Head and Shoulders terkonfirmasi (neckline tertembus), harga merosot secara signifikan bahkan melebihi target yang berdasarkan proyeksi jarak Head dan Neckline-nya.

Sekadar info (bisa dibuktikan sendiri), pada gambar di atas, setelah pola tersebut terbentuk, indeks Dow Jones mengalami penurunan hebat. Entah memang kebetulan atau bagaimana, pada pergerakan Dow Jones tersebut, pola Head and Shoulders muncul bertepatan dengan resesi yang mendera Amerika Serikat pada tahun 2008 hingga akhir tahun 2009.

Inverted Head and Shoulders

Ini adalah versi lain dari pola Head and Shoulders. Bentuknya sama percis dengan pola yang sudah kita pelajari sebelumnya, namun dengan posisi yang terbalik. Jika pada Head and Shoulders sebelumnya si “kepala” menghadap ke atas, pada pola ini “kepala” atau head-nya akan menghadap ke bawah. (Seperti orang yang sedang melakukan handstand).

Sama halnya dengan Normal Head and Shoulders, pola ini pun merupakan pola terkuat dan memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Masih mengutip keterangan Thomas, bahwa statistik menunjukkan dalam periode yang sama (tahun 1991-1996) terjadi sebanyak 330 kali pola Inverted Head and Shoulders (lebih sedikit jika dibandingkan dengan Head and Shoulders) dan di antaranya terdapat hanya 5% tingkat kegagalan. Itu artinya, hanya terjadi sebanyak 16-17 kali sinyal konsolidasi, dan sisanya merupakan sinyal reversal.



Di atas adalah ilustrasi pola Inverted Head and Shoulders. Pola ini selalu diawali dengan pergerakan trend turun (bearish/down-trend).

Sama seperti mengidentifikasi trend pada umumnya, mengidentifikasi down-trending charts pun dapat dilihat pada “puncak-puncak” (A – C – E) dan “lembah-lembah” (B – D) yang semakin lama semakin turun. Istilahnya: Lower Highs & Lower Lows. Diilustrasikan pada gambar di atas, pergerakan down-trending yang masih normal dari titik A hingga titik D. Namun, perlahan kehilangan momentumnya yang mengindikasikan adanya pelemahan trend yang sedang berlangsung, yaitu down-trend. Hal tersebut ditunjukkan dengan ketidakmampuan harga membentuk titik lembah baru (F) yang lebih rendah (new lower lows) dari lembah sebelumnya (D). Puncak yang terbentuk sebelum lembah tercuram (C) dan puncak yang terbentuk sebelum lembah terakhir (E) nantinya dapat dijadikan sebagai konfirmasi lanjutan atas pembentukan pola ini. Pada puncak C dan E tersebut, jika kita tarik garis lurus dapat kita jadikan sebagai suatu resistance yang pula disebut sebagai neckline. Dan, jika neckline tersebut berhasil ditembus, bisa dikatakan harga sudah mulai berpaling dari trend bearish menuju trend bullish.

Untuk penentuan targetnya pun tidak berbeda dengan pola Head and Shoulders. Target bisa ditentukan secara manual dengan melihat riwayat harga yang mengandung resistance untuk dijadikan target atas pergerakan harga mendatang. Namun, bisa pula dengan memproyeksikan jarak “Head” (D) dan neckline untuk dijadikan target terdekat yang akan disentuh oleh harga. Seperti pada gambar berikut:




Dan berikut adalah contoh terbentuknya pola Inverted Head and Shoulders yang Saya ambil dari pergerakan harga mata uang euro terhadap dolar:




Gambar 6. Pola Inverted Head and Shoulders pada mata uang EUR/USD pertengahan tahun 2010 dilihat dengan timeframe harian (daily charts).

Di atas adalah contoh empiris terbentuknya pola Inverted Head and Shoulders. Mata uang euro melambung tinggi terhadap dolar setelah neckline pada pola tersebut tertembus. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini:




Gambar 7. Euro melambung terhadap dolar setelah pola Inverted Head and Shoulders terkonfirmasi (yang dilingkari). $EURUSD mencapai nilai tertingginya pasca pembentukan pola ini pada 5 April 2011 (seperti yang ditunjukkan tanda panah).

Sekali lagi, terbukti pola ini, baik Inverted Head and Shoulders maupun yang normal, memiliki tingkat akurasi yang tinggi. Yang jika pola terkonfirmasi, akan ada pembalikan arah trend yang disebut reversal. Target yang telah diproyeksikan pun—tanpa perlu diurai dalam gambar—terlihat telah tercapai bahkan jauh melampaui target yang telah ditentukan berdasarkan metode proyeksi.

Triple Tops

Selanjutnya adalah Triple Tops. Berbicara mengenai jenis-jenis pola yang mengandung “Top” pada penamaannya, sebenarnya pola-pola tersebut hanyalah bentuk dari adanya pergerakan harga yang stuck / tertahan pada suatu level resistance. Dan, pada pola Triple Tops ini, pergerakan harga membentuk tiga puncak yang bisa dibilang memiliki tinggi (top) yang sama karena adanya resistance di area tersebut. Walaupun memang pada kenyataannya seringkali tops atau “puncak-puncak” yang terbentuk tidak selalu sama percis (tingginya), namun seperti yang dikemukakan Elaine Yager, Direktur sebuah perusahaan investasi di Amerika, bahwasannya jika ketiga puncak yang terbentuk masih dalam area yang berdekatan, maka keadaan seperti itu dapat dikatakan memenuhi kriteria sebuah pola Triple Tops. Pola yang satu ini merupakan turunan dari pola Head and Shoulders dan termasuk ke dalam golongan pola yang langka. Dengan kata lain pola ini sangat jarang ditemui di dalam charts pergerakan harga.



Gambar di atas adalah gambaran umum tentang pola Triple Tops. Terlihat bagaimana besarnya upaya harga dalam menguji level resistance pada gambar tersebut. Gagalnya upaya harga yang pertama kali (A) akan mengakibatkan terjadinya pergerakan korektif dan akan menciptakan sebuah support (dapat juga disebut neckline) ketika pergerakan korektif tersebut berakhir (B). Harga yang kembali memantul ke atas pasca berakhirnya pergerakan korektif tadi kemungkinan besar akan tertahan kembali dan dipantulkan lagi oleh resistance (C). Setelah gagal pada upayanya yang kedua tersebut, harga akan mulai menguji level support yang terbentuk berdasarkan lembah sebelumnya, yaitu titik B. Jika support gagal ditembus, harga dipastikan akan mendekat kembali ke level resistance (E). Namun, jika support tadi tertembus, maka yang terjadi adalah harga hanya membentuk dua buah puncak atau disebut dengan pola Double Tops (akan dibahas pada bahasan selanjutnya). Seperti yang kita ketahui bahwa resistance yang sering diuji dan gagal ditembus merupakan resistance dengan katagori strong (strong resistance). Pada contoh ini harga telah menguji resistance sebanyak dua kali dan gagal menembus sebelum membentuk top 3 (E). Sebagaimana mestinya, ketika berhadapan dengan sebuah strong resistance harga cenderung akan tertahan dan kembali memantul ke level support, seperti yang digambarkan pada puncak E. Ketika telah tercipta tiga puncak yang tingginya (relatif) sama, support yang ada akan menjadi ujian terakhir bagi harga. Pada kondisi ini harga memiliki kecenderungan yang tinggi untuk menembus support tersebut karena memang pada kenyataannya jarang sekali (bahkan tidak ada) statistik yang menunjukkan harga membentuk suatu puncak hingga sebanyak empat kali. Artinya, dapat dipastikan—atau paling tidak sangat besar kemungkinannya—harga akan menembus level support yang juga sebagai neckline tersebut.

Sesuai dengan kategorinya sebagai Reversal Chart Pattern, Triple Tops memiliki akurasi yang cukup tinggi atas sinyal reversal. Harga dipastikan akan berpaling dari trend bullish menjadi bearish selama beberapa waktu. Kisaran waktunya memang tidak bisa dipastikan, namun seperti yang kita tahu sebuah trend bisa berlangsung paling singkat dua minggu sampai dengan enam minggu. Mengenai targetannya pun Triple Tops dapat mengadopsi metode proyeksi seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Berikut contohnya:




Dan berikut contoh empiris dari pola Triple Tops pada mata uang USDCHF (US$ vs Swiss Franc):



Gambar 10. Pola Triple Tops pada mata uang US dollar terhadap Swiss franc.

Perlu saya perjelas bahwa penarikan garis leher (neckline) pada pola ini sangat bergantung pada subjektivitas seseorang. Namun, beberapa pakar menyarankan untuk lebih mengutamakan menarik garis horizontal dari lembah yang terbentuk setelah “top 1″ (titik B pada Gambar 9.) sebagai neckline. Hal ini berlaku tidak hanya pada pola Triple Tops, melainkan pula pada pola “Tops” lainnya dan bahkan pada pola “Bottoms”. Meskipun demikian, tak jarang trader yang menarik neckline berdasarkan lembah-lembah yang terbentuk. Saya tidak bisa menyarankan untuk memilih salah satunya. Tapi, lagi-lagi, silahkan Anda kenali karakter diri terlebih dahulu. Jam terbang akan secara otomatis mengajari Anda.

Triple Bottoms

Triple Bottoms adalah kebalikan dari Triple Tops. Bedanya adalah pada pola ini trend yang mengawalinya haruslah selalu bearish. Jika tidak, maka patut untuk diragukan validitasnya. Kebalikan dari Triple Tops, Triple Bottoms membentuk tiga buah lembah yang posisinya berada di dasar sebuah trend bearish. Sama seperti Triple Tops, pola ini mengindikasikan adanya sinyal reversal dari bearish menjadi bullish. Pola yang merupakan turunan dari Inverted Head and Shoulders ini pun termasuk ke dalam golongan pola langka yang sangat jarang ditemui dalam charts.



Cara menentukan garis resistance pada pola ini pun beraneka ragam, namun secara umum resistance ditentukan dengan menarik garis mendatar (horizontal) pada titik tertinggi di antara lembah A dan C. Target pada pola ini juga dapat ditentukan dengan memproyeksikan jarak vertikal pada titik terendah pada lembah dengan resistance / neckline.



Berikut contoh Triple Bottoms yang terlihat pada mata uang USD/CAD (US$ vs Canada dollar):



Gambar 13. Pola Triple Bottoms terlihat pada $USDCAD dilihat dari timeframe satu jaman (hourly).

Double Tops

Pola turunan dari Pola Triple Tops ini adalah pola yang memiliki dua buah puncak (top) pada pembentukannya dan mengindikasikan sinyal reversal dari bullish menjadi bearish. Idealnya, puncak-puncak yang terbentuk pada pola ini memiliki ketinggian yang sama. Namun, seperti yang dikatakan Elaine Yager, meskipun memiliki ketinggian yang berbeda, asalkan masih pada area yang berdekatan, suatu pola dapat dikatakan terbentuk. Meskipun demikian, seperti yang sudah dibahas sebelumnya, konfirmasi lebih lanjut atas validasi suatu pola—khususnya Double Tops—adalah pada penembusan area support dan resistancenya yang dalam hal ini tidak bukan adalah neckline*.

*Ditegaskan dengan kata “dalam hal ini” karena tidak semua pola dalam Chart Patterns memiliki neckline. Beberapa pola hanya mengacu pada support dan resistance yang terbentuk dengan khasnya masing-masing.

Sama halnya dengan pola “Tops” lainnya, Double Tops haruslah diawali dengan pergerakan up-trending baru bisa dikatakan valid. Jika dibandingkan dengan pola-pola “Triple”, statistik untuk pola-pola “Double” lebih banyak jumlahnya. Dengan kata lain, pola-pola Double lebih sering ditemui dalam charts. Masih menurut Thomas N. Bulkowski, terdapat 454 formasi Double Tops yang terbentuk dalam periode tahun 1991-1996. Sebanyak 341 merupakan sinyal reversal, dan 113 lainnya adalah sinyal konsolidasi. Itu artinya, Double Tops pun dapat dikatakan pola dengan tingkat kegagalan (failure rate) yang cukup rendah, yaitu sekitar 16-17%. (Sedikit lebih tinggi dibandingkan pola-pola Triple yang memiliki failure rate hanya sebesar 6-7%).




Namun, dikarenakan intensitasnya yang cukup sering ditemui dalam charts, pola “Double”—khususnya Double Tops—seringkali mengecoh para trader; bukannya reversal, yang terjadi malah harga melanjutkan trend sebelumnya (seperti pada Gambar 15.). Maka dari itu, untuk menghindari jebakan (traps) semacam ini, jangan sekali-kali Anda masuk dalam posisi yang prematur atau posisi yang belum meyakinkan validasinya.



Konfirmasi validasi pada Double Tops haruslah menunggu support yang terbentuk dari lembah (B) tertembus. Ini dapat meminimalisir resiko yang ada seperti kejadian di paragraf sebelumnya. Target yang dapat dicapai pun dapat kita perkirakan dengan metode proyeksi, yaitu dengan memproyeksikan jarak vertikal titik puncak dengan support / neckline.



Berikut saya paparkan contoh pola Double Tops yang terlihat pada mata uang USD/CAD:



Gambar 17. Pola Double Tops yang terlihat pada mata uang USDCAD dilihat dari timeframe H1 (hourly)

Selain pada $USDCAD, pola Double Tops juga sering ditemui pada mata uang “Major Pair”, seperti $EURUSD:




Gambar 18. Double Tops terlihat pada mata uang EUR/USD pada pertengahan tahun 2008 dan dilihat dengan timeframe D1 (daily).

Double Bottoms

Double Bottoms adalah turunan dari pola Triple Bottoms. Pola ini termasuk ke dalam katagori pola reversal karena mengindikasikan adanya perubahan arah trend dari bearish menjadi bullish. Sesuai dengan namanya, pola ini membentuk dua buah lembah pada “dasarnya” dan menggunakan resistance sebagai neckline untuk acuan validasinya. Mengenai hal lainnya, rasanya tidak perlu lagi Saya jabarkan karena apa yang ada pada Double Bottoms kurang lebih sama dengan Double Tops. Yang membedakan hanyalah posisinya yang menghadap ke bawah karena didahului oleh pergerakan down-trending. Ingat! Selalulah perhatikan trend yang mengawalinya. Perhatikan gambar di bawah:



Seperti biasa, mengenai targetnya pun pola Double Bottoms dapat mengadopsi metode proyeksi jarak vertikal antara head dengan neckline yang ada. Seperti pada gambar di bawah ini:



Dan berikut salah satu contoh pola Double Bottoms yang terlihat pada chart:



Gambar 21. Double Bottoms yang terlihat di charts $EURUSD pertengahan tahun 2001, dilihat dari timeframe D1 (daily charts).

CONTINUATION CHART PATTERNS

Triangles

Oke, beralihlah kita pada kategori pola-pola keberlanjutan (Continuation Chart Patterns). Kita awali dengan pola Triangles. Sesuai artinya, pola ini memiliki bentuk menyerupai segitiga yang jika didiktekan semakin lama semakin menyempit pergerakannya. Sisi atas dan sisi bawah pada pola ini nantinya dapat digunakan sebagai titik acuan (resistance dan support). Pola Triangles terbagi lagi ke dalam tiga sub-bagian, yaitu: Symetrical Triangle (Segitiga Simetris), Ascending Triangle (Segitiga Mendaki),Descending Triangle (Segitiga Menurun).

Symetrical Triangle
Symetrical Triangle adalah formasi yang sifatnya netral atau tidak memiliki kecondongan terhadap keberlanjutan satu trend saja. Artinya, sub-pola ini dapat menjadi sinyal bagi keberlanjutan trend bearish maupun bullish dengan bentuk yang sama sekali tidak berbeda. Pola segitiga simetris untuk keberlanjutan trend bullish disebut Bullish Symetrical Triangle dan untuk keberlanjutan trend bearish disebut Bearish Symetrical Triangle.

Bullish Symetrical Triangle
Untuk memastikan validasi dari Bullish Symetrical Triangle (BUST) dibutuhkan paling tidak (minimal) empat titik reversal (A, B, C, dan D pada Gambar 22.). Maksudnya, setiap sisi, baik sisi atas (resistance) maupun sisi bawah (support), haruslah–paling tidak–memiliki dua buah titik pullback; A dan C untuk sisi atas, B dan D untuk sisi bawah. Dan, sesuai dengan namanya pula, sudah semestinya sub-pola jenis ini didahului oleh pergerakan trend naik (up-trending/bullish).




Secara umum, pola ini terjadi ketika volatilitas harga mulai menurun. BUST seakan-akan menunjukkan pelemahan atas trend bullish namun kemudian dengan tiba-tiba melanjutkan trend tersebut dengan volume (power) yang bisa dikatakan lebih besar.

Secara mendasar (berdasarkan Gambar 22.), pola ini terbentuk ketika terjadi koreksi pada rally yang berakhir di puncak A, kemudian koreksi tadi untuk sementara berakhir dan melanjutkan rally kembali dari lembah B ke puncak C. Puncak C haruslah lebih rendah dari puncak sebelumnya untuk validasi pola ini. Setelah itu rally kembali berakhir di puncak C dan menyebabkan koreksi dari puncak C ke lembah D. Jika sudah begini (sudah terdapat empat titik reversal/pullback), maka garis yang menggambarkan sisi atas dan bawah (resistance dan support) sudah boleh digambarkan. Penggambaran garis ini memang tidak wajib hukumnya, melainkan sunnah. Yang artinya; jika dilakukan mendapat pahala, dan jika tidak pun tidak apa-apa. (Berasa lagi dakwah jadinya gue). Tapi itu serius kok. Maksudnya dilakukan penarikan garis hanya untuk mempertegas sisi-sisi yang terbentuk pada pola ini agar lebih mudah dilihat oleh penggunanya. Lalu, untuk konfirmasi validasi atas pola ini lazimnya harga harus ditutup (closing) di atas atau menembus resistance.

“Pak, bagaimana dengan targetnya?” | “Ups, hampir Saya lupa.” | Target terdekat pada pola ini pun bisa berdasarkan metode proyeksi. Acuannya adalah jarak lembah pertama yang terbentuk (B) dengan garis resistance. Seperti ilustrasi di bawah:



Berikut adalah contoh pola BUST yang tampak pada pergerakan harga mata uang euro terhadap yen jepang:




Gambar 24. Pola Bullish Symetrical Triangle terlihat pada mata uang EUR/JPY akhir tahun 2005, dilihat dari timeframe harian (daily charts).

Setelah pola BUST terbentuk seperti yang ditunjukkan gambar di atas, harga melanjutkan trend bullishnya sampai pada pertengahan tahun 2008. Seperti yang digambarkan pada gambar di bawah ini:




Gambar 25. Keberlanjutan trend bullish pasca terbentuknya pola Bullish Symetrical Triangle, masih dilihat dari timeframe harian namun dengan pengecilan tampilan (minimize) grafik.

Nilai mata uang euro terus melambung terhadap yen Jepang sampai pada pertengahan bulan Juli, 2008.

Bearish Symetrical Triangle
Sama halnya seperti BUST, Bearish Symetrical Triangle (BEST) pun membutuhkan paling tidak empat titik reversal/pullback dalam validasinya (titik A, B, C, dan D pada Gambar 26.). Yang mana, dua titik diantaranya (A-C dan B-D) masing-masing mewakili setiap sisi (sisi atas dan sisi bawah) pada pola. Satu-satunya perbedaan BEST dengan BUST adalah pada trend yang mengiringinya. Jika pada BUST diiringi oleh trend bullish, maka pada pola BEST haruslah diiringi atau diawali oleh trend bearish.




Secara umum, pola ini terjadi ketika volatilitas harga mulai menurun. BEST seakan-akan menunjukkan pelemahan atas trend bearish namun kemudian dengan tiba-tiba melanjutkan trend tersebut dengan volume (power) yang bisa dikatakan lebih besar.

Secara mendasar (berdasarkan Gambar 26.), pola ini terbentuk ketika terjadi pergerakanimpulsive** pada ‘rally’ yang berakhir di puncak A, kemudian impulsive tadi untuk sementara berakhir dan melanjutkan rally kembali dari puncak B ke lembah C. Lembah C haruslah lebih tinggi dari lembah sebelumnya untuk validasi pola ini. Setelah itu rally kembali berakhir di lembah C dan menyebabkan pergerakan impulsive dari lembah C ke puncak D. Jika sudah begini (sudah terdapat empat titik reversal/pullback), maka garis yang menggambarkan sisi atas dan bawah (resistance dan support) sudah boleh digambarkan. Lalu, untuk konfirmasi validasi pola ini harga harus ditutup di bawah (menembus) support.

**Kata “impulsive” sering digunakan trader untuk mengartikan pergerakan “korektif terbalik”.

Target terdekatnya dapat ditentukan dengan metode proyeksi, yaitu dengan memproyeksikan puncak pertama yang terbentuk (B) dengan garis support. Seperti pada ilustrasi di bawah:



Berikut contoh pola BEST yang nampak pada pergerakan mata uang dolar AS terhadap dolar Kanada:



Gambar 28. Pola Bearish Symetrical Triangle terlihat mewarnai pergerakan mata uang USD/CAD sepanjang bulan Oktober, 2011. Dilihat dari timeframe satu jaman (hourly charts).

Barangkali perlu Saya beritahukan terlebih dahulu, bahwa: berbeda dengan pola BUST, pola BEST lebih sulit ditemukan karena memang setiap pair mata uang atau bursa pasti memiliki orientasi terhadap penguatan. Sehingga pola BEST yang notabene terbentuk diawali dengan pergerakan pelemahan menjadi sangat kecil probabilita terbentuknya.

Pada Gambar 28., walaupun dilihat dari timeframe yang sempit (H1), harga mampu melanjutkan trend bearishnya sampai beberapa minggu ke depan pasca terbentuknya pola BEST ini.

Ascending Triangle
Ascending Triangle atau biasa saya sebut ASTRI ini (hehe!) merupakan varian lain dalam pola Triangles. ASTRI memiliki karakteristik yang berbeda dengan Symetrical Triangle. Pola ini akan tetap memberikan sinyal bullish tanpa terpengaruh oleh trend sebelumnya. Artinya, pola ini dapat ditemui baik pada iringan trend bullish maupun bearish. Walaupun tergolong ke dalam kategori Continuation Chart Patterns, ASTRI terkadang juga menjadi pertanda terjadinya sebuah reversal. Namun memang, peran ASTRI sebagai Continuation Chart Pattern lebih sering ditemukan ketimbang sebagai Reversal Chart Pattern.



Gambar di atas menggambarkan meruncingnya resistance dengan support sebagai gambaran atas penyempitan pergerakan harga yang terjadi akibat semakin kecilnya tingkat fluktuasi. Lazimnya, formasi ini memiliki puncak-puncak yang sama tinggi (A – C – E) dengan lembah-lembah yang semakin meninggi (B – D – E). Hal tersebut dikarenakan pergerakan harga yang didominasi oleh kekuatan bullish namun tertahan pada titik harga tertentu sehingga menyebabkan koreksi berkali-kali. Walaupun Saya mengilustrasikan pola ini dengan enam kali titik pullback (A-B-C-D-E-F), namun sebetulnya pola ini hanya membutuhkan minimal empat titik pullback sebagai validasinya.

Dibutuhkan penembusan atas resistance sebagai konfirmasi pola ini. Dengan kata lain harga pada sesi tertentu–setelah puncak-puncak yang ada–haruslah ditutup di atas resistance. Target terdekat yang dapat disentuh harga selanjutnya bisa diperkirakan dengan memproyeksikan lembah pertama yang terbentuk (B) dengan garis resistance. Seperti ilustrasi di bawah ini:



Dan inilah Bull ASTRI yang terekam pada charts:




Gambar 31. Pola Bull Ascending Triangle pada pergerakan harga mata uang EUR/JPY awal tahun 2002, dilihat dari timeframe harian (daily charts).

Terlihat setelah resistance tertembus harga bergerak menjauh dan melanjutkan trend bullishnya. Oh iya, penamaan Bull ASTRI saya tujukan untuk pola ASTRI yang terbentuk dengan diawali trend bullish. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya bahwa ASTRI juga terkadang ditemui pada iringan trend bearish yang Saya istilahkan dengan Bear ASTRI. Seperti ilustrasi di bawah ini: 



Penargetan yang berlaku pada Bear ASTRI tidaklah berbeda dengan Bull ASTRI. Ia dapat diperkirakan dengan memproyeksikan jarak vertikal antara lembah B dengan garis resistance:



Berikut penampakan Bear ASTRI yang tertangkap kamera (#eh?):




Gambar 34. Pola Bear Ascending Triangle terbentuk pada mata uang EUR/JPY akhir tahun 2011, dilihat dari timeframe perjaman (hourly charts).

Terlihat pada kondisi di atas, harga bergerak berganti arah trend dari bearish menjadi bullish pasca menembus resistance yang ada pada pola. Dan, di bawah ini adalah kelanjutan dari gambar 34:



Gambar 35. Penampakan Bear Ascending Triangle yang masih sama dengan Gambar 34., namun dengan pengecilan tampilan (minimize) gambar.

Descending Triangle
Descending Triangle (atau biasa saya sebut DESTRI) merupakan kebalikan dari pola Ascending Triangle (ASTRI). Pola ini akan tetap memberikan sinyal bearish tanpa pernah dipengaruhi oleh trend yang mengiringinya. Walaupun termasuk ke dalam golongan Continuation Chart Pattern, DESTRI pun terkadang menjadi sinyal / pertanda dari sebuah perubahan arah trend (reversal).



Gambar di atas menggambarkan meruncingnya support dengan resistance sebagai gambaran atas penyempitan pergerakan harga yang terjadi akibat semakin kecilnya tingkat fluktuasi. Lazimnya, formasi ini memiliki lembah-lembah yang sama rendah (A – C – E) dengan puncak-puncak yang semakin merendah (B – D – E). Hal tersebut dikarenakan pergerakan harga yang didominasi oleh kekuatan bearish namun tertahan pada titik harga tertentu sehingga menyebabkan impulsi berkali-kali. Walaupun Saya mengilustrasikan pola ini dengan enam buah titik pullback (A-B-C-D-E-F), namun sebetulnya dengan hanya minimal empat buah titik pulback validasi pola ini sudah cukup meyakinkan.

Konfirmasi atas validasi pola ini haruslah menunggu sampai harga ditutup di bawah / menembus garis support. Dan, metode proyeksi dapat diadopsi dalam penentuan target terdekat pola ini. Seperti gambar di bawah ini: 



Berikut contoh pola Bear DESTRI yang nampak pada charts:




Gambar 38. Pola Descending Triangle yang di awali trend bearish (Bear DESTRI) terlihat pada pergerakan mata uang EUR/JPY pertengahan tahun 2010. Dilihat dari timeframe perjaman (hourly charts).

Pasca terbentuknya pola seperti pada Gambar 38., mata uang euro melanjutkan trend bearishnya terhadap yen. Seperti yang sudah Saya jelaskan, bahwa penamaan Bear DESTRI dimaksudkan untuk menunjukkan pola DESTRI yang terbentuk diawali dengan trend bearish sehingga dapat menjadi sinyal keberlanjutan bagi trend tersebut. Sebagai lawannya, pola DESTRI pun bisa menjadi sinyal perubahan arah trend atau reversal jika didahului dengan trend bullish. Pola DESTRI yang diawali trend bullish saya istilahkan sebagai Bull DESTRI. Seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini:



Sama seperti Bear DESTRI, Bull DESTRI pun memerlukan penembusan garis support untuk konfirmasinya. Selanjutnya target terdekat yang akan disentuh oleh harga bisa kita perkirakan dengan metode proyeksi seperti gambar berikut:



Contoh Bull Descending Triangle pada charts:



Gambar 41. Pola Bull Descending Triangle nampak pada pair mata uang GBP (Poundsterling) terhadap US$ awal tahun 2008. Dilihat dengan timeframe harian (daily charts).

Flags

Dengan mendengar namanya saja mestinya Anda sudah bisa membayangkan bentuk dari pola ini. Yap, pola yang termasuk Continuation Chart Pattern ini memiliki bentuk menyerupai bendera. Pola Flags termasuk ke dalam pola yang sering ditemui dalam charts. Pola ini biasa ditemui pada kondisi trend yang sangat dinamis, yang mana trend yang mengawalinya memiliki pergerakan yang tegas dan tanpa volatilitas yang berarti. Seperti pada pola lainnya, pola Flags ditunjukkan dengan dua buah garis yang (relatif) sejajar dan memiliki kemiringan yang berlawanan dengan trend yang mengawalinya. Pola flags terbagi menjadi dua berdasarkan trend yang mengawalinya. Pola Flags pada iringan trend bullish disebut dengan Bullish Flag dan pada iringan trend bearish disebut dengan Bearish Flag. Seperti pada gambar di bawah ini:



Baik Bullish Flag maupun Bearish Flag, keduanya membutuhkan penembusan garis resistance / support sebagai konfirmasinya. Bullish Flag membutuhkan penembusan garis resistance sebagai konfirmasi sedangkan Bearish Flag membutuhkan penembusan garis support sebagai konfirmasi. Untuk selanjutnya target dapat ditentukan pula dengan metode proyeksi seperti pola-pola sebelumnya. Check this out:



Berikut ini adalah contoh nyata dari pola Flags:





Gambar 46. Bullish Flag terlihat pada mata uang EUR/USD awal tahun 2009, dilihat dengan timeframe harian (daily charts).




Gambar 47. Bearish Flag terlihat pada pergerakan mata uang USD/CHF di penghujung tahun 2001 - awal 2002. Dilihat dengan timeframe harian (daily charts).

Pennants
Pennants memiliki banyak kesamaan dengan Flags. Selain sama-sama tergolong Continuation Patterns, Pennants juga biasa ditemui pada kondisi trend yang dinamis, yang mana memiliki pergerakan yang tegas dan tanpa volatilitas berarti. Bentuknya yang hampir mirip dengan pola Triangles membuat pola ini menjadi lebih mudah ditemui. Pennants terbagi lagi ke dalam dua jenis berdasarkan trend yang mengawalinya. Jika ia diawali dengan trend bullish, maka disebut dengan Bullish Pennants. Sedangkan untuk yang diawali trend bearish disebut Bearish Pennants. Berikut ilustrasinya:



Penembusan garis resistance / support diperlukann untuk konfirmasi lanjutan pola ini. Selanjutnya target terdekat dapat diperkirakan dengan metode proyeksi, seperti pada gambar di bawah:




Dan ini salah satu Pennants yang ditemui pada charts:



Gambar 52. Bearish Pennants menampakkan diri pada mata uang EUR/USD.

Rectangles
Pola ini merupakan pola yang paling banyak memiliki sebutan. Rectangles sering pula disebut sebagaiConsolidation Pattern, Sideways Pattern, Greyness Pattern, Box Pattern, Trading Range pattern, dsb. Sebutan-sebutan tersebut muncul dikarenakan bentuk dari pola ini yang cenderung menyamping atau datar / flat. Pergerakan menyamping tadi adalah gambaran dari pergerakan harga yang tertahan di antara support dan resistance dengan range yang sempit. Pola ini termasuk Continuation Chart Patterns karena sifatnya yang memberlanjutkan sebuah trend yang mengawalinya setelah pola ini terkonfirmasi. Berbicara trend yang mengawali, pola Rectangles terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: Bullish Rectangle dan Bearish Rectangle. Dikatakan Bullish jika trend yang mengawalinya adalah up-trend, dan dikatakan Bearish jika trend awalnya downtrend.




Untuk memastikan konfirmasi dari pola ini support atau resistance yang ada haruslah tertembus. Pada pola Bullish Rectangle konfirmasi yang digunakan adalah penembusan resistance. Sedangkan pada pola Bearish Rectangle, konfirmasinya ada pada penembusan support. Seperti yang sudah-sudah, penentuan targetnya dapat memanfaatkan metode proyeksi sebagai alat memprediksi.




Berikut salah satu contoh Rectangles yang terekam pada charts:




Gambar 57. Bullish Rectangle terlihat pada pergerakan mata uang EUR/USD. Dilihat dari timeframe harian (daily charts).

Cup and Handle
Terakhir yaitu Cup and Handle. Pola yang sering disingkat “CnH” ini merupakan pola dengan akurasi sangat tinggi namun sangat sulit atau jarang ditemui pada charts. Sesuai dengan arti namanya, CnH memiliki bentuk yang sangat khas yang menyerupai “cangkir” dan “pegangannya”. Uniknya, pola ini hanya bisa kita temui pada pergerakan harga yang diawali trend bullish / naik. Meskipun memang tidak menutup kemungkinan bahwa pola ini dapat terbentuk pada pergerakan harga turun / bearish, namun sampai sejauh ini belum ada satupun statistik yang menunjukkan hal tersebut.




Sama seperti pada pola lainnya, konfirmasi pada pola CnH pun membutuhkan penembusan resistance pada “handle”nya. Target, untuk selanjutnya, dapat ditentukan dengan metode proyeksi, seperti pada ilustrasi di bawah ini:




Dan berikut contoh Cup and Handle yang tampak pada charts:






Sumber: aldigozali.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar